Ekonomi global diprediksi terus meningkat di tahun 2018, dengan kenaikan di tahun 2017 sebesar 3,6%. Pertumbuhan tersebut diprediksi dari beberapa negara, seperti Developing Europe dan ASEAN. Indonesia sendiri diharapkan akan mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%–6,1%. Perhimpunan Riset Pemasaran Indonesia (PERPI) mengadakan seminar pada 15 November lalu, bertajuk “Indonesia Market Behaviour Outlook 2018”, oleh Yanti Nisro, Ketua Umum PERPI.
Saat ini kondisi pasar penuh pertanyaan. Beberapa indikator makro memiliki tingkat pertumbuhan yang positif; namun dari sisi mikro, para pelaku usaha Indonesia Market Behaviour Outlook 2018 menyatakan sebaliknya. Sebab itu PERPI mencoba merespons secara aktif upaya-upaya untuk memahami bagaimana kondisi pasar ke depannya. PERPI mengadakan riset dengan kombinasi metodologi antara survei online dan wawancara tatap muka (face to face interview), melibatkan 1.220 responden di Indonesia yang terbagi dalam lima zona (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali-Nusa, dan Sulawesi-Papua). Riset PERPI yang dilakukan dalam rentang waktu antara kuartal III–IV 2017 ini bertujuan memberikan gambaran perilaku konsumen yang mungkin menjadi akar penyebab kondisi ekonomi saat ini, dan bagaimana tren belanja konsumen tahun depan.
Beberapa hasil dari riset tersebut dipaparkan berikut ini. Konsumen lebih percaya diri terhadap tahun 2018, dan 67% dari responden memperkirakan bahwa pengeluaran mereka akan meningkat di tahun depan. Survei juga menemukan bahwa pengalaman berbelanja menyenangkan dengan format tempat belanja yang lebih nyaman, akan lebih menarik untuk konsumen di perdesaan dan kota-kota sekunder. Maka dari itu, industri fast moving consumer goods (FMCG) akan tetap bertumbuh secara signifikan melalui format minimarket. Sementara itu, konsumen Indonesia akan menjadi lebih cerdas dalam berbelanja. Konsumen dengan daya beli yang rendah sudah mulai melakukan pembelian ulang, dengan tetap fokus pada nilai produk (product value). Di sisi lain, konsumen dengan daya beli yang lebih kuat akan meningkatkan gaya hidup mereka, dan ini akan menyebabkan pengeluaran untuk berbelanja FMCG harus dibagi dengan pengeluaran untuk makan di luar rumah, hiburan, liburan, dan menabung.
Terungkap pula persepsi harga terkait makanan dan pakaian. Harga keduanya dipersepsikan akan stabil, sehingga konsumen cenderung akan membeli sektor ini lebih banyak (terutama untuk makanan dan minuman siap saji). Konsumen juga akan cenderung meningkatkan pengeluaran untuk food services.
Sementara terkait harga rumah dan dukungan bank, responden memiliki persepsi yang lebih baik, dan hal ini akan menjadi pemicu bagi pembelian aset konsumen. Responden pun mengungkap bahwa persepsi harga dan kebutuhan untuk transportasi dan komunikasi menjadi lebih tinggi. Telekomunikasi akan menjadi sumber informasi yang dominan, dan dikonfirmasi melalui pengalaman mereka sendiri.
Dari laporan terkait persepsi terhadap harga pendidikan dan kesehatan, diketahui bahwa pendidikan tetap menjadi fokus konsumen. kelompok ekonomi kelas atas dan menengah cenderung meningkatkan anggaran untuk sekolah private (baik formal dan informal). Selain itu, kebutuhan tersier untuk kesehatan dan kecantikan juga akan meningkat, bahkan untuk konsumen pria.
Konsumen yang dominan berbelanja adalah konsumen yang berada dalam rentang usia 30–34 tahun, dari SES A2, dengan pendapatan sebesar Rp7 juta–Rp11 juta per bulan, yang tinggal di semua wilayah Indonesia kecuali Kalimantan.
Yanti Nisro juga memaparkan beberapa hal. Pertama, banyak tantangan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan riset pemasaran, dan mereka diharapkan akan terus membantu para manufacturer (klien) untuk memenangkan serta meningkatkan bisnisnya di zaman yang serba kompleks. Kedua, perusahaan riset juga harus bisa bertransformasi untuk memenuhi needs dari para klien, dengan berbagai sumber data dan metodologi. Dengan begitu mereka bisa menawarkan riset pemasaran yang lebih cepat, lebih baik, dan memberikan value added. Ketiga, perusahaan riset pemasaran agar semakin membuka diri untuk segala bentuk research approach dan harus melakukan kolaborasi dengan berbagai macam organisasi, “together we can”.
Tulisan di atas bersumber dari hasil lokakarya Indonesia Market Behaviour Outlook 2018
pada tanggal 15 November 2017 di Plataran Restaurant Dharmawangsa, Jakarta
yang diselenggarakan oleh PERPI (Perhimpunan Riset Pemasaran Indonesia),
Tujuan utama dari acara ini adalah untuk membantu industri dalam memahami pendorong pertumbuhan ekonomi dari perspektif pasar dengan menampilkan beberapa pembicara ahli di bidangnya, yaitu :
– Yanti Nisro (Ketua Umum PERPI) – Adhi S Lukman (Ketua Umum GAPMMI) – Roy Mandey (Ketua Umum APRINDO) – Alexander Stefanus Ridwan (Ketua Umum DPP APPBI)
dengan membawakan berbagai topik yang terkait dengan utama kegiatan tersebut : – Consumer’s perceptions regarding to the comparison between economic conditions in 2018, 2017 and 2016. – Consumer’s purchasing intentions in several product categories – Consumer’s insight about their plans and their perception. – Predictions about the growth of food and beverage industry in 2018. – Predictions about purchasing behavior at retail level in 2018. – Predictions about Shopping Mall activity especially in this Digital Transformation era.
Comments