top of page

Generasi-Z dan implikasinya terhadap dunia pemasaran


Generasi-Z, mereka yang lahir mulai pertengahan dekade 1990 hingga awal 2000, seringkali diasumsikan memiliki ciri-ciri yang sama dengan milenial. Sebuah pencarian sederhana di Google mengenai perilaku Gen-Z akan memunculkan kata kunci seperti “millennials in steroids” atau stereotip bahwa generasi tersebut tidak peduli terhadap privasi di ranah digital.

Akhir 2016 lalu, Kantar Millward Brown melakukan riset mengenai Gen-Z di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Hasilnya, ternyata tidak semua asumsi atau stereotip mengenai Gen-Z benar. Perilaku Gen-Z, pandangan mereka terhadap brand, dan tanggapan mereka terhadap iklan ternyata berbeda jika dibandingkan generasi lain, bahkan dengan milenial. Perbedaan tersebut lebih jelas lagi di Indonesia, dikarenakan budaya masyarakat kita yang beragam serta laju peningkatan penetrasi internet yang sangat tinggi.


Penggunaan Media di antara Gen-Z

Salah satu ciri khas Gen-Z adalah bahwa mereka tidak bisa dipisahkan dari telepon genggamnya. Berdasarkan AdReaction, riset Kantar Millward Brown seputar penggunaan media & tanggapan konsumen terhadap iklan, Gen-Z masih menghabiskan sekitar 1.8 jam setiap harinya di depan layar televisi. Tetapi mereka menghabiskan lebih banyak waktu lagi di smartphone – sekitar 3.5 jam setiap harinya. Angka tersebut 13% lebih tinggi dibandingan rata-rata milenial. Untuk penggunaan media sosial, Gen-Z menghabiskan proporsi waktu yang hampir sama di Facebook, YouTube, dan Instagram. Hal ini cukup berbeda dengan kebanyakan konsumen Indonesia, yang meluangkan waktu paling banyak di Facebook. Tetapi karakterisik yang lebih unik adalah bagaimana Gen-Z menggunakan media digital. Melalui Project Wayang, Kantar Millward Brown berbicara kepada berbagai generasi di Indonesia mengenai aspirasi, nilai-nilai yang penting bagi mereka, dan kebiasaan sehari-hari mereka. Hal yang paling menarik adalah bahwa Gen-Z menganggap smartphone mereka sebagai ruang yang sangat pribadi dan personal.


Hal tersebut memiliki dua implikasi penting:

  • Pertama, bahwa Gen-Z merasa bahwa privasi mereka di dunia digital sangat penting – bahkan lebih dibandingkan generasi lainnya. Hal ini mungkin berlawanan dengan asumsi kebanyakan orang. Salah satu alasannya adalah karena Gen-Z hidup di zaman dimana kebanyakan orang tua mereka juga memiliki akun di media sosial, yang mengharuskan mereka untuk sangat berhati-hati dengan apapun yang mereka lakukan di ruang tersebut.

  • Kedua, iklan digital dapat menimbulkan sentimen negatif terhadap merek yang beriklan dikarenakan Gen-Z mengaggap privasi mereka terganggu. Ini adalah faktor yang harus dipertimbangkan oleh siapapun yang berniat untuk beriklan ke Gen-Z. Karena itulah Gen-Z memiliki respon lebih negatif terhadap iklan digital yang berbentuk lebih “memaksa” seperti video unskippable dan autoplay dibandingkan generasi lain.

Dalam beriklan dan memasarkan produk ke Gen-Z, terdapat dua aspek yang perlu dipertimbangkan: menggunakan konten iklan yang tepat, dalam format iklan yang tepat.


Konten yang tepat

Kriteria iklan yang “menarik” untuk iklan pada umumnya masih berlaku untuk Gen-Z – cerita yang memikat dan humor yang relevan masih merupakan faktor utama yang dicari oleh Gen-Z. Tetapi mereka memiliki apresiasi lebih tinggi untuk desain visual dan musik ketimbang generasi lain. Maka tidak heran melihat bahwa iklan Oreo “Open Up”, dengan animasi yang ceria dan musik yang bersemangat, menempati posisi pertama di antara iklan-iklan Indonesia yang paling banyak ditonton di YouTube. Tetapi brand tidak harus selalu bergantung kepada bentuk iklan sederhana seperti gambar atau video. Tanggapan Gen-Z lebih positif untuk konten seperti video tutorial & ulasan produk, dan ini adalah minat yang sudah mulai dimanfaatkan oleh brand di kategori seperti make-up dan makanan. Jenis iklan baru tersebut lebih informatif dan membantu – cocok untuk generasi yang seringkali mencari informasi secara online.


Generasi yang sekarang berumur sekitar 12-19 tahun tersebut juga menganggap selebriti media sosial lebih relevan dan orisinil ketimbang selebriti biasa. Di konferensi digital populer South by Southwest (SXSW) 2016 lalu, dikatakan bahwa dari sepuluh selebriti yang paling dipilih oleh Gen-Z, sembilan di antaranya adalah selebriti media sosial. Meskipun riset tersebut tidak dilakukan di Indonesia, besar kemungkinan bahwa hasilnya akan sama.


Format yang tepat

Gen-Z memiliki rentang perhatian yang relatif lebih pendek dibandingkan generasi lainnya, terutama karena mereka terbiasa dihadapkan dengan begitu banyak pilihan hiburan yang dapat diakses di ujung jari merek. Hal ini berbeda dengan generasi sebelumnya dimana sumber hiburan utama adalah siaran televisi primetime yang terpotong oleh Dunia Dalam Berita. Gen-Z terbiasa memberikan sedikit perhatian kepada beberapa hal dalam waktu yang bersamaan, sebelum akhirnya memilih untuk terfokus ke salah satu.


Tapi tidak berarti bahwa video berdurasi lebih panjang tidak akan bekerja. Hal yang paling penting adalah apa yang ingin dicapai oleh video tersebut. Video lebih pendek dapat bekerja lebih baik untuk membangun awareness di antara audiens yang lebih besar, tetapi video lebih panjang memiliki pengaruh lebih kuat untuk membangun emosi dan membentuk cerita. Kuncinya adalah menangkap perhatian Gen-Z di beberapa detik pertama agar mereka bersedia untuk menonton lebih lama, atau menggunakan beberpa video versi lebih pendek (10-15 detik) untuk membuat mereka tertarik menonton video yang lebih panjang. Riset global AdReaction Kantar Millward Brown mengatakan bahwa Gen-Z lebih terbuka terhadap format iklan lebih canggih seperti augmented reality (teknologi penggabungan dunia maya dengan lingkungan nyata, a la Pokemon Go). Tahun lalu, Rexona & Pond’s meluncurkan iklan augmented reality di Indonesia. Tetapi teknologi tersebut masih relatif baru di sini. Mengambil pelajaran dari keterbukaan konsumen Gen-Z global terhadap format tersebut, brand di Indonesia pun dapat mengambil kesempatan untuk menjadi pelopor.


Teknologi iklan yang semakin berkembang telah memberikan kemampuan untuk brand untuk membuat sasaran iklan mereka semakin spesifik. Karena itu, mempelajari ciri-ciri dan tanggapan berbagai generasi terhadap iklan menjadi semakin penting dan relevan. Dalam memasarkan produk mereka ke Gen-Z, brand perlu mempertimbangkan konten dan format iklan yang paling relevan, dan hal tersebut tidak bisa disamakan dengan generasi lain.

Penulis : Muhammad Pandu Manager, Media & Digital – Kantar Millward Brown

718 views0 comments

Recent Posts

See All

Kommentarer


bottom of page